Simulasi model MOCK


Ketersediaan data hidrologi maupun klimatologi sangatlah penting bagi kita untuk menghitung besaran low flow maupun design flood. Namun dilapangan salah satu permasalahan adalah keterbatasan/ketisak lengkapan data tersebut. Ada beberapa Faktor yang yang menyebabkan masalah terebut diantaranya dari segi faktor ketersediaan peralatan yang untuk mencatat data hujan setiap saat, kalau pun ada peralatan nya sangat lah minim. Dan jika ada data record hidrologi tersebut lokasinya jauh dari sungai. Biasanya di dapat dari BMKG atau bandara, apalagi untuk lokasi yang masih jauh dari perkotaan. Kondisi yang lain adalah data-data hujan tersebut tersedia namun terdapat data loss, alias tidak lengkap. Ketidakkelengkapan data hidrologi ini mungkin bisa dipengaruhi oleh petugas pencatat data hujan yang belum mengerti, penempatan lokasi pencatat data hujan maupun data debit dll.
Dari berbagai masalah yang ditemui tentang keterersediaan maupun kelengkapan data, maka para ahli hidrologi berupa menciptakan model untuk menghitung besaran debit dengan data-data yang minim. Sebagai salah satu contoh adalah Model Mock. Dari beberapa model hujan-aliran seperti Nreca, Rainrun, Sacramento dan lain-lain, mungkin Mock inilah yang lebih terkenal bagi para engineer hidrologi yang berasal dari Indonesia. Ya karena Model Mock ini di bangun oleh ilmuwan asal Belanda yang mengadakan penelitian di daerah Jawa Barat oleh Mr Mock, sehingga model ini dinamakan Model Mock. Sesuai dengan nama penemunya.
OK, langsung saja untuk pemakaian kalibrasi Model Mock, bisa digunakan jika pada kondisi : data debit AWLR terbatas / amat sedikit sedangkan data hujan cukup (data hujan minimal 10 tahun). Maka kondisi tersebut bisa dilakukan analisa low flow dengan Mock.
Untuk tahap-tahapnya Mock (1979) menjelaskan sebagai berikut ;
  • Evapotranspirasi Terbatas (Limited Evapotranspiration)
DS = P – ETp (2-5)
E/ETp = (m/20) . (18 – n)
E = Etp . (m/20) . (18-h) ETt (2-7)
ETa = ETpE (2-8)
  •  Keseimbangan Air (Water Balance)
WS = PSS (DS )
SS = SMCn – SMCn–1 (2-10)
SMCn = SMCn-1 + P1 (2-11)
  • Neraca air di bawah permukaan
dVn = Vn – Vn-1 WS (2-12)
I = i . WS dVn (2-13)
Vn = 1/2 . (1 + k) . I + k . Vn-1 (2-14)
  • Aliran permukaan
Ro = BF + DRo (2-15)
BF = 1 – dVn (2-16)
DRo = WS – I (2-17)

Dengan :
DS = Hujan netto (mm)
P = Hujan (mm)
ETp = Evapotranspirasi potensial (mm)
ETa = Evapotranspirai terbatas (mm)
WS = Kelebihan air (mm)
SS = Kandungan air tanah (mm)
SMC = Kelembaban tanah (mm)
dV = Perubahan kandungan air tanah (mm)
V = Kandungan air tanah (mm)
I = Laju infiltrasi (mm/dt)
i = Koefisien infiltrasi (<1 span="">
k = Koefisien resesi aliran air tanah (<1 span="">
DRo = Aliran langsung (mm)
BF = Aliran air tanah (mm)
Ro = Aliran permukaan (mm)
n = Jumlah hari kalender dalam 1 bulan
m = Bobot lahan yang tidak tertutup vegetasi (0 < m < 50 %)
 

0 komentar:

Post a Comment