Perbandingan PLTD dengan PLTMH.



Pembangunan kita yang tidak merata menyebabkan ketimpangan di beberapa wilayah indonesia. Salah satunya adalah ketersediaan energi listrik antara satu wilayah engan wilayah lain mengalami perbedaan yang cukup signifikan. Ambillah contoh jawa dan sulawesi, kalau di jawa bisa menikmati listrik 24 jam, tetapi bandingkan di wilayah sulawesi (khususnya di tengah, tenggara) yang bisa menikmati listrik antara 6-12 jam.  Sebenarnya kondisi bisa kita katakan sudah mengalami krisis energi listrik.
Namum pemerintah tidak tinggal diam, untuk mengatasi kekurangan listrik. Ada 2 langkah yang diambil dengan segala kelebihan dan kekurangan. yaitu mengolah energi listrik yang tidak dapat diperbarui atau energi listrik terbarukan. Bahkan muncul wacana membuat pembangkit listrik dari nuklir, yang banyak di tentang oleh masyarakat dan ternyata tenaga nuklir mulai di tinggalkan oleh negara-negara maju setelah terjadi kebocoran akibat bencana alam atau kelalaian manusia. Namun dari dua pilihan tersebut, pemerintah lebih cenderung ke energi tidak dapat diperbarui. Efeknya banyak di bangun pembangkit tenaga listrik dari diesel (PLTD), ini bisa di lihat di wlayah sulawesi tengah/tenggara. Pengambilan keputusan ini saya rasa belum mempertimbangkan jangka panjang.
Sebagai masyarakat yang ingin wilayahnya berkembang, ternya hitung-hitunga kasarnya biaya pembangunan PLTD akan lebih murah dari PLTM/PLTA. Namun jika dilihat biaya Operasional nya jauh lebih mahal. Sebagai contoh PLTD Lanipanipa di Kabupaten Kolaka Utara, setiap harinya memerlukan solar sekitar + 15 ribu liter solar. Dengan asumsi harga solar untuk industri sekitar 9500/liter.Jadi biaya 15.000 x 9.500,00 = 142.500.000,00. Dengan mesin diesel sebanyak 3-4 buah, dan energi listrik yang dihasilkan antara 3-4 Megawatt. Jika dalam 5 tahun masa operasionalnya mesin diesel, cost untuk bahan bakar solar mencapai   Rp 256,500,000,000.00 Nilai ini belum biaya maintenace, gaji pegawai dan pembangunan PLTD. Ini masih di tingkat Kabupaten yang baru berdiri sendiri, contoh lain di Kota Palu, biaya bahan bakarnya bisa mencapai 400 juta/hari. Jadi kesimpulan untuk PLTD biaya pembangunan murah, biaya Operasional + Maintenance Tinggi.


Kang munir

Ditulis saat jalan-jalan ke Kolaka Utara

0 komentar:

Post a Comment